Krisis Air di Sekitar Kita, Tantangan untuk Bali
Jro Gde Sudibya, ekonom dan pengamat lingkungan
Krisis Air di Sekitar Kita, Tantangan untuk Bali
Oleh
Jro Gde Sudibya
Menarik menyimak rubrik opini majalah Tempo, edisi 21 - 27 Maret 2022 bertema Krisis Air Bersih di Sekitar Kita, yang menyampaikan data: " Tujuh dari sepuluh rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air yang tercemar tinja. Pemerintah gagal menjamin hak warga negara atas air bersih ". Lebih lanjut rubrik opini majalah ini menulis: " Adalah United Nations Childern"s Fund ( UNICEF ) perwakilan Jakarta yang mendengungkan ancaman krisis air bersih ini di media sosial sejak Februari lalu. Mereka menggunakan tagar #Dihantui Tai untuk membuka mata semua orang. Fakta di lapangan menunjukkan peringatan dari UNICEF ini bukan main-main ".
Ulasan majalah ini memberikan penggambaran dari krisis air bersih yang luar biasa akut, dengan risiko kesehatan yang tinggi dan bisa menjadi " bom waktu " kesehatan, kualitas manusia dan produktivitas di masa dekat.
Rasanya krisis air bersih di Bali belum sampai separah kondisi di atas, tetapi bisa menuju ke sana jika pertambahan penduduk akibat migrasi, lahir dari pembangunan yang tidak terkendali, melahirkan pemukiman kumuh massif terutama yang dihuni kelompok marginal, krisis air bersih di atas, bisa menjadi kenyataan di Bali.
Sejumlah tantangan yang dihadapi Bali untuk menghindari krisis air bersih dengan risiko kesehatan yang tinggi.
Pertama, pengendalian penduduk termasuk migrasi semestinya dikendalikan di " hulu " kebijakan, berupa pendekatan ekonomisme pembangunan, ekonomi sebagai " panglima " diubah dengan pendekatan sebut saja Ekonomi Hijau yang bercirikan: Ekonomi ( berkeadilan ), Sosial ( bersahabat dengan nilai-nilai masyarakatnya ), Lingkungan ( bersahabat terhadap lingkungan ). Kedua, pasokan air dari Hulu terjamin keberlanjutannya, melalui perawatan hutan, danau dan kawasan DAS, untuk meminimalkan penyedotan air tanah di perkotaan, terutama di wilayah padat penduduk. Ketiga, pembenahan berkelanjutan di PDAM untuk meminimalkan kebocoran, dan langkah-langkah antisipasi serta manajemen mitigasi, jika terjadi bencana hidrologi yang mengganggu pasokan air.
Keempat, mendidik warga bahwa era air melimpah dan murah sudah berlalu, sehingga edukasi penghematan air sebagai bagian budaya kehidupan menjadu penting.
Kelima, kerjasama antar kabupaten dan kodya untuk merawat sumber air pada 4 danau: Batur, Beratan, Buyan dan Tamblingan dan sumber air lainnya, seperti di kawasan hutan Pengejaran, Kintamani Barat dan sumber-sumber mata air lainnya, dirumuskan dengan baik dengan program aksi yang terukur.
*) Jro Gde Sudibya, ekonom dan pengamat lingkungan.
sumber: https://atnews.id/portal/news/12660
Denpasar Institute Perkuat Riset dan Inovasi untuk Masa Depan.
Denpasar Institute Perkuat Layanan Konsultan untuk Pengembangan Inovasi dan Bisni
Denpasar Institute Fokus pada Peningkatan SDM melalui Program Pengembangan Kepemimpinan
Denpasar Institute Perkuat Riset dan Inovasi untuk Masa Depan Berkelanjutan
Denpasar Institute Perluas Kerja Sama untuk Penguatan Pendidikan dan Riset
Peran Indonesia dalam Bidang Pendidikan di ASEAN
Pola Komunikasi Publik di tengah Pandemi Covid-19
TUMPEK LANDEP–LANDUHING IDEP: RESEARCH METHOD UNTUK MENJAGA KETAJAMAN INTELEGENSI DAN INTELEKTUAL
Pariwisata di Masa Pandemi Covid-19
SADHAKA SANG SISTA: TEMPAT MEMINTA AJARAN DAN PETUNJUK SUCI