Wawancara Bersama I Made Keranca di Desa Jagaraga Buleleng sebagai Bagian dari Program MBKM Bidang Riset

  • Dibaca: 505 Pengunjung
  • |
  • 24 Mei 2022
  • |
  • Kontributor: Ni Ketut Ayu Pratini Wulandari

Foto bersama I Made Keranca di kediaman rumahnya yaitu Desa Jagaraga,

Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, kunci utama yang dibutuhkan terletak pada teknik pengumpulan data yang digunakan. Tanpa teknik tersebut, peneliti akan kesulitan menghimpun data-data yang dibutuhkan untuk proses penelitian. Secara garis besar, teknik pengumpulan data adalah metode untuk mengumpulkan data ataupun informasi yang ada di lapangan. Teknik ini berupaya memilah data yang valid untuk penelitian.Teknik pengumpulan data sendiri dibagi menjadi dua, yakni teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Keduanya juga terbagi lagi menjadi beberapa macam. 

Data kuantitatif sendiri adalah data yang dapat dinyatakan dalam angka dan dapat diketahui ukurannya. Contoh data kuantitatif adalah harga smartphone, berat dan tinggi badan, jumlah pembeli, dan masih banyak lagi. Sedangkan data kualitatif adalah data yang diteliti umumnya berupa kalimat-kalimat, hasil wawancara, hingga studi lapangan yang tidak bisa diukur dengan angka ataupun ukuran lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas secara tidak langsung hal tersebut berhubungan dengan sebuah penelitian yang saya lakukan untuk memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan program MBKM di bidang Riset/Penelitian dengan bekerja sama atau bermitra di Denpasar Institute.

Salah satu perguruan tinggi di Bali yang melaksanakan program MBKM ini adalah Institut Seni Indonesia Denpasar. Sebagai sebuah institusi yang bergerak di bidang kesenian, tentunya dalam penelitian ini saya mengkaji sebuah karya tari palegongan yang berasal dari Bali Utara yaitu Tari Legong Pengeleb. 

Untuk mendapatkan data-data atau informasi mengenai objek tersebut, dilakukanlah sebuah proses wawancara langsung dan terstruktur dengan beberapa daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk ditanyakan kepada narasumber. Dalam hal ini saya bertemu langsung bersama seseorang yang paham jelas tentang Tari Legong Pengeleb, beliau adalah I Made Keranca yang lahir di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng. Wawancara tersebut saya lakukan pada hari Selasa, 24 Mei 2022 pukul 16.00 Wita yang  bertempat di kediaman I Made Keranca.

Hasil wawancara tersebut didapatkan informasi bahwa tari Legong Pengeleb diciptakan oleh Alm. Cening Kinten di Desa Menyali, yang terinsoirasi oleh kebebasan berekspresi kaum perempuan yang terbebas dari segala bentuk keterbatasan dan tindakan. Pengeleb berasal dari kata "Ngeleb" yang diartikan keluar dari segala bentuk larangan.

Menurut I Made Keranca, Tarian itu dulu menjadi sebuah pertunjukan yang sangat popular di Desa tempat diciptakan. Namun lambat laun kepopulerannya hilang. Tidak banyak yang mewarisi tarian itu, karena memang dulu Bapak Cening Winten sebagai pencipta ataupun beberapa penarinya tidak pernah melakukan regenerasi. Legong Pengeleb itupun meredup dan hanya tinggal nama. Beruntungnya, pada tahun 2011 tarian itu berhasil di rekonstruksi oleh I Made Keranca. Proses penggalian untuk rekonstruksi tarian tersebut berawal saat Sanggar Cudamani dari Pengosekan Ubud Kabupaten Gianyar ingin melakukan rekonstruksi terhadap tarian terpendam yang ada di Kabupaten Buleleng. Saat itu dari pihak sanggar meminta I Made Keranca untuk melakukan penggalian. Beliau memang mempunyai ambisi besar dalam menggali, merekonstruksi, dan menghidupkan kembali tari asli masa silam ciptaan maestro besar Buleleng di masa lalu.

I Made Keranca merupakan cucu dari Wayan Paraupan atau yang lebih dikenal dengan Pan Wandres ini mengaku pernah melihat Legong Pengeleb. Kala itu sekitar tahun 1957, Sang Kakek mengajaknya untuk menyaksikan pertunjukkan tari di Desa Menyali. Saat itulah Ia mengetahui tari Legong Pengeleb. “Ketika itu saya melihat jika tari Legong Pengeleb itu berdurasi pendek sekitar 5 menit. Dan untuk penarinya juga tampil dengan kostum yang sangat sederhana, mirip seperti tari pendet.” kata I Made Keranca. Banyak kesulitan yang ditemui saat melakukan penggalian terhadap tarian tersebut. Salah satu yang berhasil digali adalah inspirasi dibalik terciptanya tarian tersebut. Dimana tari itu berkisah tentang kehidupan perempuan dimasa lampau, yang terkungkung dan pergaulannya dibatasi oleh orang tua mereka. Hingga kemudian setelah mereka membujuk, barulah diijinkan untuk berbaur, bersosialisasi, dan bermain dengan kawan-kawanya. Disana terlihat rasa riang dan gembira bagi anak-anak perempuan Desa. “Bagaimana gerakan ketika perempuan yang sudah dikukung kemudian diberikan kebebasan, mereka pasti gembira dan berlompatan. Kalau seolah-olah seperti burung dalam sangkar yang kemudian dilepas liarkan, kira-kira begitu perumpanaannya,” Ucap I Made Keranca.

Saya sebagai peneliti sangat beruntung bisa memperoleh data-data begitu lengkap, jelas, dan tentunya valid sehingga bisa dibuatkan tulisan agar bisa dibaca oleh khalayak yang membutuhkan. Wawancara ini akan dilakukan kembali di waktu yang telah ditentukan bersama narasumber yang berbeda untuk bisa menambah data dan dijadikan bukti bahwa memang benar di Buleleng pada tahun 2011 terdapat sebuah penggalian terhadap tari Legong Pengeleb.

Salah satu pesan yang diberikan oleh I Made Keranca adalah "Sebagai generasi muda harus mempunyai jiwa semangat yang tinggi dan mau menjaga, melestarikan, serta mengembangkan setiap kesenian yang terlahir oleh seniman-seniman terdahulu. Agar apa yang diwriskan bisa tetap hidup dan abadi selamanya."

  • Dibaca: 505 Pengunjung
  • |
  • 24 Mei 2022