SD di Pelosok Jambi Tiru Sekolah China hingga Singapura
Elita, Kepala Sekolah Dasar Negeri No.92/V Desa Gemuruh, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Sudah delapan tahun ia memimpin sekolah yang jaraknya lebih dari 150 kilometer dari Kota Jambi itu. (sumber : CNN Indonesia/Re
Tampaknya pepatah itu benar-benar menjadi pedoman Elita, Kepala Sekolah Dasar Negeri No.92/V Desa Gemuruh, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Sudah delapan tahun ia memimpin sekolah yang jaraknya lebih dari 150 kilometer dari Kota Jambi itu.
Ahad, 4 Oktober 2015, sekira pukul 10.00 WIB telepon genggam Elita berdering. Saat itu, ia tengah dalam perjalanan ke Kota Jambi untuk berkunjung ke rumah keluarganya.
"Bu Elita sudah dengar kabar bahwa Ibu lolos ke China?" ujar sang penelepon yang ternyata adalah anggota tim seleksi Guru Favorit, sebuah kompetisi yang diselenggarakan tiap tahun oleh salah satu koran ternama di Jambi.
Elita terkejut mendengar pertanyaan itu. Belum sepenuhnya percaya dengan apa yang baru saja didengar, ia pun menuruti permintaan si penelepon untuk membeli koran edisi hari itu yang menampilkan nama sepuluh guru yang berhasil lolos seleksi untuk mengikuti studi banding ke China.
Dan benar saja. Nama dan foto Elita terpampang dalam daftar Guru Favorit. Jantungnya berdegup kencang. Ia tak menyangka bahwa dirinya berhasil menjadi satu dari sepuluh guru seprovinsi Jambi yang berhak mengikuti studi banding ke China, menyisihkan sekitar 600 orang guru lainnya. Sarjana Jurusan Bimbingan Konseling Universitas Jambi itu pun tak mengira bisa lolos tahap psikotes ketat yang diikuti 32 orang finalis lainnya.
Tak pernah sekalipun Elita bermimpi dapat menginjakkan kakinya ke Negeri Tirai Bambu. Apalagi, di sana ia akan berkesempatan untuk menengok metode dan kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah, mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Senin, 12 Oktober 2015, sekitar pukul 06.00 waktu setempat, Elita bersama rombongan pun sampai di Bandara Internasional Shanghai Pudong. Rombongan terdiri dari sepuluh orang guru, dua orang pegawai Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, dan empat orang anggota tim penyelenggara kompetisi.
Setelah beristirahat, mengunjungi beberapa tempat wisata dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Shanghai, keesokan harinya Elita dan rombongan mulai mengunjungi sekolah-sekolah unggulan di Shanghai, Shuzou, Hangzou, dan Beijing. "Total sekolah yang kami kunjungi ada empat, baik SD, SMP, SMA, SMK. Kadang-kadang ada satu kompleks, kadang-kadang hanya SMA saja," ujar Elita kepada CNNIndonesia.com.
Berdasarkan pengamatannya setelah berkeliling selama sepuluh hari di China, Elita berpandangan bahwa kegiatan belajar-mengajar di sekolah dasar hampir sama persis dengan metode pembelajaran yang diajarkan oleh Tanoto Foundation dalam pelatihan-pelatihannya yang diadakan setiap beberapa bulan sekali, di mana siswa diberi materi pembelajaran sambil bermain.
"Jadi siswa SD di China berkreatifitas dan mengeluarkan imajinasinya sendiri dengan dibimbing oleh guru di kelasnya masing-masing," kata Elita.
Ia menambahkan, "Dalam proses kegiatan belajar mengajar, praktek mengajar itu tidak harus duduk di atas meja, tapi boleh sambil berbaring, gurunya berkeliling, pokoknya bebas."
Selain metode 'belajar sambil bermain', Elita mengaku mendapat banyak pelajaran tentang kedisiplinan di sekolah-sekolah di China. Ia bercerita, di sana seluruh kegiatan di sekolah dilakukan sangat tepat waktu. Umumnya sekolah dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 17.00 waktu setempat.
"Sedangkan kami di sini masuknya jam 07.00, pagar ditutup. Tapi masih ada satu atau dua orang yang terlambat dan berjalan masuk ke sekolah diam-diam lewat pagar belakang. Hehehe..." ujarnya.
Elita pun mengaku iri dengan sekolah-sekolah di China yang sarana dan prasarana pendidikannya telah ditanggung oleh pemerintah sepenuhnya. Para siswa di sana, ucapnya, pergi ke sekolah tanpa membawa banyak peralatan, karena buku, laptop, hingga makan siang telah disediakan oleh pihak sekolah.
"Jadi siswa pergi ke sekolah cuma bawa badan saja. Semuanya sudah lengkap di sana," katanya.
Puas 'mengintip' cara belajar di sekolah-sekolah unggulan di China, pada Rabu, 21 Oktober 2015, Elita kembali ke Tanah Air. Ia ingin segera menceritakan pengalamannya kepada para guru lainnya di SDN Gemuruh. Tak lupa, ia menulis laporan soal kunjungannya itu untuk Dinas Pendidikan Provinsi Jambi dan tulisan soal perjalanan untuk sebuah kolom di koran yang menjadi sponsor studi bandingnya itu.
"Saya pulang langsung bikin laporan kunjungan soal proses kegiatan pendidikan di China bagaimana, teknik-teknik mengajar di sana yang saya lihat, apa yang baik untuk diimplementasikan di Indonesia, dan lain-lain," ujarnya.
Elita percaya, meski sekolahnya terletak di pelosok dan sarana serta prasarananya tak secanggih sekolah-sekolah di kota, namun metode pembelajarannya bisa jadi lebih baik. Entah kebetulan atau tidak, sepulang dari China, sekolahnya meraih beberapa prestasi, khususnya di bidang olahraga dan kreasi.
"Kebetulan prestasi kami mencolok di bidang olahraga. SDN Gemuruh sudah dua kali berturut-turut menjadi Juara I Lomba Tenis Meja se-Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan mewakili lomba itu untuk se-Provinsi Jambi," katanya.
Selain tenis meja, imbuhnya, SDN Gemuruh juga memperoleh posisi Juara III Lomba Menganyam se-Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Bukan yang pertama
Elita bukan guru pertama yang 'ketiban durian runtuh' dan berkesempatan studi banding ke luar negeri. Tepat setahun sebelumnya, Kiswanto, Guru Kelas VI SDN 169/Cinta Damai, Desa Cinta Damai, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi mendapatkan kesempatan serupa. Bedanya, Kiswanto berkeliling ke sekolah-sekolah di Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Kiswanto punya lebih banyak kesempatan untuk mencari tahu bagaimana proses kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung di tiga negara tetangga Indonesia itu. Ia mengaku telah memetik banyak pelajaran berharga yang bisa langsung diimplementasikan di sekolah tempat ia mengajar.
Kiswanto memaparkan, di Singapura ia mengunjungi Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) yang menjadi tempat menuntut ilmu bagi sejumlah warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di Singapura. Menurutnya, secara umum pendidikan yang dilaksanakan di sekolah itu sama persis dengan sekolah-sekolah di Indonesia.
"Di KBRI Singapura, kami disambut oleh atase pendidikan. Disampaikan bahwa salah satu keunggulan dari Singapura yaitu tentang ketertiban dan jiwa disiplinnya yang sangat tinggi yang ternyata diperoleh dari wajib militer selama dua tahun, setelah SMP," ujarnya.
Ketika mengunjungi Malaysia, Kiswanto mengaku disambut oleh atase pendidikan di KBRI di Kuala Lumpur. Dari kunjungan itu, ia menyimpulkan bahwa salah satu alasan mengapa Malaysia mulai mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya adalah karena negara itu lebih mengutamakan peningkatan kualitas pendidikan di bidang komunikasi dibandingkan teori-teori ilmu pengetahuan.
"Mereka lebih mengutamakan belajar bahasa Inggris, sebagai bahasa komunikasi," katanya.
Kiswanto bercerita, di Thailand ia mengunjungi Konsulat Jenderal di Provinsi Songkhla, daerah di bagian selatan Negeri Gajah Putih. Selain itu, ia pun mendatangi dua universitas di daerah tersebut, salah satunya yakni institusi yang mengembangkan pendidikan dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi dalam satu kompleks.
Pria berusia 42 tahun itu menyampaikan, dari perjalanannya di Thailand, pelajaran yang bisa diambil adalah bagaimana negara tersebut menghargai budayanya, bagaimana sekolah-sekolah menerapkan sistem pembelajaran aktif, dan bagaimana cara para pendidik memberikan penghargaan kepada siswanya.
"Tentang penghargaan kepada siswa salah satunya dengan memajangkan portofolio hasil kreasi siswa. Ini diharapkan siswa lebih semangat lagi dalam kegiatan-kegiatan selanjutnya. Mereka akhirnya antusias di tiap kegiatan karena keinginan untuk pamer hasilnya," ujarnya. (pit/pit)
Denpasar Institute Perkuat Riset dan Inovasi untuk Masa Depan.
Denpasar Institute Perkuat Layanan Konsultan untuk Pengembangan Inovasi dan Bisni
Denpasar Institute Fokus pada Peningkatan SDM melalui Program Pengembangan Kepemimpinan
Denpasar Institute Perkuat Riset dan Inovasi untuk Masa Depan Berkelanjutan
Denpasar Institute Perluas Kerja Sama untuk Penguatan Pendidikan dan Riset
Peran Indonesia dalam Bidang Pendidikan di ASEAN
Pola Komunikasi Publik di tengah Pandemi Covid-19
TUMPEK LANDEP–LANDUHING IDEP: RESEARCH METHOD UNTUK MENJAGA KETAJAMAN INTELEGENSI DAN INTELEKTUAL
Pariwisata di Masa Pandemi Covid-19
SADHAKA SANG SISTA: TEMPAT MEMINTA AJARAN DAN PETUNJUK SUCI