AI, ChatGPT, dan Revolusi Kebijakan Akademik Perguruan Tinggi

  • Dibaca: 583 Pengunjung
  • |
  • 26 Juni 2023
  • |
  • Kontributor: Didin Khoirudin

Foto: Getty Images

AI dan model bahasa seperti ChatGPT telah menyerbu dunia pendidikan dengan keganasan yang tak terbendung. Ini bukan lagi hal yang bisa kita abaikan. AI dan ChatGPT akan terus mengubah cara kita belajar dan mengajar, serta cara mahasiswa menjalani proses pembelajaran mereka.
Dalam konteks ini, sudah ketinggalan zaman jika kita masih berdebat apakah perguruan tinggi harus mengintegrasikan AI dalam sistem pendidikan mereka atau tidak. Yang seharusnya kita bicarakan adalah bagaimana mereka bisa melakukannya dengan cara yang paling efisien dan bertanggung jawab.

Menurut pandangan saya, yang paling relevan saat ini adalah perguruan tinggi harus merombak kebijakan akademik mereka untuk merangkul AI dan ChatGPT. Bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang untuk memperkaya pengajaran dan pembelajaran. Beradaptasi dengan perubahan ini bukan hanya pilihan, tetapi keharusan untuk mempersiapkan generasi masa depan dalam menghadapi dunia yang semakin dikuasai oleh teknologi.

Kecerdasan buatan, atau AI, adalah teknologi revolusioner yang memberdayakan mesin untuk meniru fungsi otak manusia seperti belajar, memahami, dan merespons lingkungan mereka. Salah satu implementasi AI yang paling mencolok adalah ChatGPT, model bahasa canggih yang dihasilkan oleh OpenAI. ChatGPT memanfaatkan teknologi AI untuk memahami dan merespons teks dengan cara yang serupa dengan manusia, menjadikannya alat yang efisien dalam berbagai hal, mulai dari penelitian ilmiah hingga layanan pelanggan.

Entah kita sadari atau tidak, proses pendidikan kita saat ini telah terpengaruh oleh teknologi canggih ini. Tentu, beberapa dari kita mampu memanfaatkan teknologi ini dengan cara yang menguntungkan. Misalnya, AI bisa menjadi alat yang ampuh dalam pendidikan, dengan menyesuaikan metode pengajaran dan materi belajar untuk memenuhi kebutuhan spesifik setiap siswa. AI juga bisa menjadi alat penilaian yang efektif, memberikan umpan balik instan kepada siswa dan guru. Selain itu, AI bisa menjadi asisten penelitian yang handal, membantu dalam pengolahan data dan pembuatan hipotesis.

Sebagai ilustrasi, beberapa waktu yang lalu saya mencoba salah satu plug-in yang ditawarkan oleh ChatGPT untuk membantu saya melakukan transkripsi hasil Focus Group Discussion (FGD) dari url Youtube. Hasilnya cukup mengejutkan, alat ini dengan mudah dapat mentranskripsi semua percakapan dari FGD tersebut, termasuk mampu membedakan teks pertanyaan dengan jawaban, bahkan membuat kutipan dari percakapan. Tidak hanya itu, ketika saya menulis Prompt (teks perintah) untuk melakukan coding data, dengan cukup relevan (ada beberapa coding yang tidak masuk akal), ChatGPT mampu membantu saya memahami teks dan konteks FGD. Sungguh menakjubkan!

Namun, di balik semua manfaat ini, masih ada beberapa rintangan yang harus kita hadapi. Misalnya, tentang bias dalam AI, di mana sistem salah melakukan coding dari transkripsi seperti yang saya alami sebelumnya. Selain itu, ada juga tantangan etis dan hukum, seperti masalah privasi dan hak cipta. Terakhir, ada tantangan praktis dalam mengintegrasikan AI ke dalam kurikulum, seperti pelatihan guru dan memastikan semua siswa memiliki akses yang sama ke teknologi.

Fakta tentang potensi bahaya dari AI, khususnya ChatGPT ini beberapa waktu lalu saya alami dalam proses pembelajaran. Sebagai pengajar mata kuliah Legal Audit waktu itu saya sedang membahas definisi dari term ini. Saat melempar pertanyaan kepada para Mahasiswa tentang definisi Legal Audit, beberapa terlihat mengetikkan sesuatu di smartphone mereka. Saya sudah menduga sebelumnya bahwa pasti animo ChatGPT di kalangan Mahasiswa sudah menjalar, maka bukan hal mengagetkan setelah saya mencoba mendekat, layar hitam dengan fitur chat ini tampak.

Saat itu saya tidak langsung melarang mereka, tetapi lebih memilih menyuruh mahasiswa untuk menjawab pertanyaan saya tentang Legal Audit. Yang cukup membuat saya kaget adalah ternyata, di antara tiga mahasiswa yang sama-sama bertanya tentang definisi Legal Audit, ketiganya menjawab secara berbeda. Meskipun ada perbedaan tetapi jawaban secara umum intinya sama, yakni definisi yang mereka dapatkan adalah definisi tentang Audit Laporan Keuangan, bukan Audit Hukum.

Fakta inilah yang saya maksud sebagai potensi bahaya, sebagai model bahasa canggih ChatGPT diakui atau tidak tetap ada bias di dalamnya, apabila keberadaannya menjadikan Mahasiswa menjadi tergantung, maka informasi yang didapatkan juga tidak akan mereka saring.

Sebagai bukti, saat menjawab pertanyaan saya tentang definisi Legal Audit, mereka sangat yakin bahwa jawaban itu benar. Apalagi jawabannya mereka juga terkesan sangat tekstual, informasi dari ChatGPT tidak dianalisis dan dipahami sama sekali. Sebagai contoh, dalam jawaban mereka ada kata mengenai "asersi", saat saya menyuruh mahasiswa menjelaskan apa itu asersi, hasilnya ajian "diam seribu bahasa" mereka keluarkan. Ini membuktikan bahwa ada potensi bahaya dari kehadiran teknologi ini. Sekaligus membuktikan bahwa kehadirannya, juga sudah tidak mampu kita bendung lagi.

Oleh karena itu, berdebat mengenai bagaimana membendung ChatGPT agar tidak digunakan Mahasiswa bagi saya bagaikan memperdebatkan kelahiran Ayam dan Telur. Respon yang paling tepat adalah beradaptasi. Salah satunya adalah dengan merevolusi kebijakan akademik di dunia pendidikan kita.

Kebijakan akademik adalah aturan dan pedoman yang mengatur bagaimana institusi pendidikan beroperasi. Ini mencakup berbagai aspek, mulai dari penerimaan siswa dan penilaian, hingga penelitian dan pengajaran. Indikator kebijakan akademik dapat mencakup hal-hal seperti tingkat kelulusan, skor tes siswa, jumlah publikasi penelitian, dan tingkat kepuasan siswa dan staf.

Dengan kemajuan AI yang tak terbendung, kebijakan akademik harus direvolusi untuk memasukkan teknologi baru ini. Ini berarti mempertimbangkan bagaimana AI dapat digunakan dalam pengajaran dan penelitian, serta bagaimana menangani tantangan etis dan hukum yang muncul.

Revolusi AI dalam pendidikan adalah peluang yang tidak bisa kita lewatkan. Dengan tantangan dan peluang yang ada, penting bagi perguruan tinggi untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan akademik yang mencakup AI. Dengan melakukan ini, kita dapat memastikan bahwa kita memanfaatkan sepenuhnya potensi AI, sambil juga mengatasi tantangan yang muncul. Saatnya kita merangkul AI dalam pendidikan dan membuka pintu untuk cara belajar dan mengajar yang baru dan inovatif.

 

sumber: https://news.detik.com/kolom/d-6784741/ai-chatgpt-dan-revolusi-kebijakan-akademik-perguruan-tinggi

  • Dibaca: 583 Pengunjung
  • |
  • 26 Juni 2023