Optimalisasi Produk Lokal di Sektor Pariwisata

  • Dibaca: 1048 Pengunjung
  • |
  • 12 Juli 2019
  • |
  • Kontributor:

Wisatawan Datang ke Bali untuk Menikmati Budaya dan Produk Lokal

Terbitnya Peraturan Gubernur Bali No. 99 tahun 2018 tentang pemasaran dan pemanfaatan produk pertanian, perikanan dan industri lokal Bali diharapkan mampu mempertegas kebertahanan dan keberpihakan pemerintah daerah kepada masyarakat lokal Bali. Sebab, peraturan sejenis sebelumnya, yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal belum memberikan dampak yang masif dan signifikan terhadap perlindungan produk lokal.  Demikian disampaikan oleh Dr. I Nengah Laba, seorang akademisi dan pemerhati pariwisata menanggapi terbitnya pergub ini.

Menurutnya, saat ini tidak boleh terjadi lagi banyak peraturan dibuat, akan tetapi kurang greget dalam penerapannya seperti kemungkinan bahwa Perda Perlindungan Buah Lokal hanya diketahui oleh kalangan pemerintah dan elite. Sedangkan petani belum mengetahui secara jelas peran dan tugasnya terkait implementasi perda dimaksud.

Secara substantif, Pergub No. 99 Tahun 2018  mengatur pengutamaan penggunaan produk lokal, termasuk perlindungan dan pemanfaatan buah lokal baik untuk keperluaan kegiatan kepariwisataan maupun acara keagamaan. Dr. Laba menyambut baik adanya pergub ini untuk melindungi petani dan pengrajin lokal.

“Ini langkah dan gebrakan nyata dari gubernur Bali dan jika dikaitkan dengan Perda No. 3 Tahun 2013, pergub ini diharapkan dapat lebih memperkuat keberpihakan terhadap para petani dan pengrajin lokal serta mampu memberikan multiplier effect secara sosio-ekonomi di tengah masyarakat”, harap Dr. Laba yang menjabat Ketua Yayasan Guna Widya Paramesthi yang menaungi Denpasar Institute.  

Laba menjelaskan bahwa pegiat pariwisata, pemilik hotel dan restoran serta para pelaku perhotelan di Bali memiliki komitmen untuk memanfaatkan produk lokal ketimbang impor asal ada konsistensi kualitas dan keberlanjutan pasokan dari produk lokal, utamanya produk pertanian semacam buah dan sayur lokal.

“Dalam konteks ini, diperlukan adanya standarisasi mutu untuk dapat menjaga konsistensi kualitas dan tingkat keberterimaan dari sisi hygiene. Apalagi, kalau berbicara di tingkat chain hotel yang ada di Bali, mereka cenderung sudah memiliki standar mutu minimal terhadap produk ataupun olahan yang diberikan kepada tamu. Nah, standarisasi mutu ini yang mestinya juga jadi perhatian dan fokus kita bersama,” saran Laba.

Laba mengharap pemerintah daerah segera mempertimbangkan untuk membentuk Unit Penjaminan Mutu dan BUMD khusus produk lokal di tingkat provinsi untuk mengimbangi dan menyelaraskan pergub ini. “BUMD ini nantinya diberikan mandat untuk mengemas, memasarkan produk lokal dan dapat menjadi fasilitator antara petani dan pengrajin dengan dunia usaha seperti swalayan, hotel, restoran dan sejenisnya. Unit Penjaminan Mutu bertugas memastikan kualitas dari produk lokal agar memenuhi standar mutu yang berlaku di tingkat Asean dan Internasional. Sebab, surat keterangan dari dinas terkait sebagaimana tertuang dalam pergub dengan tanpa indikator mutu yang sesuai dengan standar Asean dan internasional dapat mengurangi daya saing produk lokal di industri perhotelan dan pariwisata yang sudah mengglobal, “ Jelasnya.   

Disadur dari Pos Bali

  • Dibaca: 1048 Pengunjung
  • |
  • 12 Juli 2019